Di era digitalisasi, bank dituntut memberikan produk dan layanan sesuai dengan kebutuhan nasabah. Perlunya pemanfaatan teknologi baru guna mendukung inovasi di sektor perbankan, khususnya pengelolaan data nasabah. Platform machine learning disinyalir bisa mengoptimalkan layanan nasabah.
Sumber: Istimewa
DIGITALISASI telah mengubah perilaku nasabah (consumer behaviour). Transaksi digital banking di Tanah Air melonjak drastis. Merujuk data Bank Indonesia (BI), pada tahun ini, nilai transaksi digital banking diproyeksikan bakal mencapai Rp58.478 triliun, dan pada 2025 diyakini dapat menembus Rp63.803 triliun. Awal 2000-an, nasabah umumnya hanya melakukan transaksi 2-3 kali dalam sebulan. Kini bisa jadi lebih dari 10 kali dalam sehari. Semua proses transaksi perbankan, seperti pembayaran dan pemindahbukuan, dapat dilakukan dengan mudah melalui mobile banking (mbanking) atau online banking tanpa harus transaksi melalui ATM atau kantor cabang.
Namun, di balik maraknya transaksi perbankan terdapat sejumlah tantangan dan risiko, terutama terkait pengolahan data nasabah. Kemampuan bank-bank dalam mengelola data dan risiko ancaman kebocoran data nasabah masih menjadi pekerjaan rumah. Itulah mengapa bank-bank harus mengedepankan aspek penting terkait dengan ketahanan digital (digital resilience), baik terhadap dinamika bisnis maupun gangguan (disrupsi). Digital resilience merupakan framework yang lebih luas dari cyber security karena terkait dengan kemampuan bank untuk dapat tumbuh dan bertahan di tengah lingkungan yang berubah secara dinamis dan bergantung pada teknologi.