Kewajiban spin off menjadi tantangan berat bagi industri asuransi jiwa syariah. Namun, pertumbuhan tetap jadi prioritas. Strategi inovatif dan peningkatan literasi keuangan syariah menjadi kunci keberlanjutan. Bisakah industri ini bertahan dan meraih pertumbuhan yang lebih baik?
Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK.
Industri asuransi jiwa syariah di Indonesia terus berkembang, meski kontribusinya masih relatif kecil dibandingkan dengan asuransi jiwa konvensional. Berdasarkan data Biro Riset Infobank (birI), hingga Juni 2024, total aset asuransi jiwa syariah (full fledged) tercatat Rp33,12 triliun. Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan total aset asuransi jiwa konvensional dan unit usaha syariah (UUS) yang mencapai Rp586,61 triliun.
Dari sisi kontribusi premi netto, industri asuransi jiwa syariah juga hanya berhasil menghimpun Rp10,46 triliun hingga Juni 2024. Meski meningkat 20,09% month to month (mtm) dibandingkan dengan Mei 2024 yang tercatat Rp8,71 triliun, premi ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan perolehan premi industri asuransi jiwa konvensional yang mencapai Rp71,86 triliun.