Bagi-bagi kursi empuk komisaris BUMN kerap dipersepsikan sebagai politik balas budi. Kebiasaan “tak sehat” ini harus diakhiri. Penunjukan komisaris harus mengedepankan aspek profesionalisme dan kompetensi.
Sumber : Istimewa
Penunjukan sejumlah petinggi Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto Gibran Rakabuming Raka sebagai komisaris badan usaha milik negara (BUMN) mendapat sorotan. Bagi-bagi jatah kursi komisaris BUMN ini memang bukan hal baru. Sudah terjadi di era-era sebelumnya dan seakan dianggap lumrah.
Sekarang, tren bagi-bagi kursi empuk itu dinilai makin parah. Sejumlah orang dekat atau terafiliasi pemenang pilpres sudah diangkat menjadi komisaris. Padahal, presiden dan wakil presiden terpilih baru akan dilantik Oktober mendatang. Beberapa sosok yang ditunjuk sebagai komisaris pun disorot kompetensi dan kecocokannya di industri terkait.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak, mengatakan, penunjukan sejumlah komisaris BUMN dengan latar belakang politik jauh dari kompetensi yang dibutuhkan. Ia mencontohkan kursi Komisaris Utama Pertamina yang diserahkan ke orang dekat Prabo wo. Begitu pula penunjukan kader Gerindra, sebagai Komisaris Independen Bank Syariah Indonesia (BSI).