Belum ada produk di keranjang belanja kamu

Jangan Normalisasi Bagi-Bagi Kursi Komisaris

Bagi-bagi kursi empuk komisaris BUMN kerap dipersepsikan sebagai politik balas budi. Kebiasaan “tak sehat” ini harus diakhiri. Penunjukan komisaris harus mengedepankan aspek profesionalisme dan kompetensi.

Oleh Ari Astriawan
Sumber : Istimewa

Sumber : Istimewa

Penunjukan sejumlah petinggi Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto Gibran Rakabuming Raka sebagai komisaris badan usaha milik negara (BUMN) mendapat sorotan. Bagi-bagi jatah kursi komisaris BUMN ini memang bukan hal baru. Sudah terjadi di era-era sebelumnya dan seakan dianggap lumrah.

Sekarang, tren bagi-bagi kursi empuk itu dinilai makin parah. Sejumlah orang dekat atau terafiliasi pemenang pilpres sudah diangkat menjadi komisaris. Padahal, presiden dan wakil presiden terpilih baru akan dilantik Oktober mendatang. Beberapa sosok yang ditunjuk sebagai komisaris pun disorot kompetensi dan kecocokannya di industri terkait.

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak, mengatakan, penunjukan sejumlah komisaris BUMN dengan latar belakang politik jauh dari kompetensi yang dibutuhkan. Ia mencontohkan kursi Komisaris Utama Pertamina yang diserahkan ke orang dekat Prabo wo. Begitu pula penunjukan kader Gerindra, sebagai Komisaris Independen Bank Syariah Indonesia (BSI).

Lanjut baca artikel ini dengan berlangganan
atau membeli majalah Infobank Edisi Juli 2024

Rekomendasi Terbaik

Mulai berlanggan
Premium Infobank Digital

  • Akses ke Semua Artikel dari Semua Edisi Majalah Infobank

  • Baca Artikel & Majalah Tanpa Iklan

  • Kemudahan Akses di Berbagai Perangkat Web & Mobile

MULAI LANGGANAN

Beli majalah
Infobank Edisi Juli 2024

Rp 65.000

Dan akses artikel lannya pada majalah tersebut

BELI