Institusi keuangan menjadi target utama serangan siber. Selain merugikan nasabah, serangan siber juga membawa risiko reputasi bagi pelaku industri. Dibutuhkan strategi dan kolaborasi untuk membangun ketahanan siber.
Sumber : Istimewa
Cybersecurity menjadi konsen industri perbankan dan sistem pembayaran nasional dan global saat ini. Cybersecurity yang semakin kompleks dan serangan cybercrime yang semakin canggih, masif, dan tinggi frekuensinya membutuhkan penanganan serius. Sebab, ancaman terhadap keamanan data dan operasional bisnis sangat berbahaya bagi kelangsungan bisnis perbankan dan sistem pembayaran yang mengandalkan trust masyarakat.
Berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) 2024, tercatat ratusan juta serangan siber terhadap institusi di Indonesia setiap tahunnya. Tahun 2023 lalu, misalnya, tercatat sekitar 279,84 juta serangan siber. Meski menurun 24,4 persen dibandingkan tahun 2022 yang sebanyak 370,02 juta serangan, namun hal ini tetap harus diwaspadai.
Apalagi, institusi keuangan menjadi salah satu target utama serangan siber. Berdasarkan data dari Checkpoint Research 2022, ada 1.131 kali serangan siber terhadap institusi keuangan setiap pekannya. Apalagi, di era digital, kebocoran data menjadi tantangan yang semakin berisiko tinggi bagi industri keuangan. Sebab, kebocoran data pribadi, seperti nomor rekening, informasi kartu kredit, data identitas, dan detail keuangan berisiko merugikan nasabah. Apalagi, selain merugikan nasabah, kebocoran data pribadi perbankan juga dapat mengancam kepercayaan nasabah terhadap institusi keuangan dan menyebabkan kerugian reputasi yang signifikan. Stakeholders di industri keuangan harus serius menghadapi tantangan serangan siber tersebut. Dibutuhkan strategi dan kolaborasi untuk bersama-sama menghadapinya.