Indonesia segera memiliki presiden baru pada 20 Oktober 2024. Setelah Presiden Joko Widodo gagal memenuhi janjinya untuk mencetak pertumbuhan ekonomi 7%, bagaimana dengan hasrat Presiden Prabowo Subianto untuk mencetak pertumbuhan ekonomi 8%? Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan stagnan di level 5%, kalau penyakit ekonominya tidak diselesaikan, seperti korupsi dan inefisiensi birokrasi yang menyebabkan tingginya biaya ekonomi. Apa yang harus dilakukan pemerintah baru untuk menyelesaikan penyakit ekonomi Indonesia? Berapa pertumbuhan ekonomi dan kredit perbankan pada 2025?.
Sumber: Biro Riset Infobank (birI).
Tahun politik 2024 segera berakhir. Rezim pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto yang resmi menggantikan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) pada 20 Oktober 2024. Pada saat pelantikan, Prabowo Subianto bersama wakilnya Gibran Rakabuming Raka bakal mengumumkan nama-nama yang akan mengisi kabinetnya yang gemuk. Wacana mengenai kabinet zaken (zaken cabinet) yang akan dibentuk Prabowo Subianto semoga benar adanya. Dengan kabinet zaken, kursi menteri diisi oleh para ahli dan sangat kompeten di bidangnya tanpa melihat jumlah kursi di parlemen. Tapi, realitas politik tidak demikian. Sama seperti Jokowi saat awal membentuk pemerintahan pada 2014 ingin menyederhanakan birokrasi tapi apa yang dilakukan pun berbeda. Kabinet yang dibentuk Jokowi malah kabinet “super pelangi,” bahkan pada 2019 harus menambah 12 kursi wakil menteri.
Jika Jokowi memiliki 34 menteri/pejabat setingkat menteri, Prabowo bakal memiliki setidaknya 44 menteri, sebagai konsekuensi dari gemuknya koalisi parpol yang masuk sebagai pendukung pemerintah. Sebagai payung hukum, Undang-Undang (UU) Nomor 39 tentang Kementerian Negara yang membatasi maksimal 34 menteri pun telah direvisi dan disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di ujung masa jabatan Jokowi. Ada kementerian yang dipecah menjadi dua atau tiga, dan ada menteri koordinator baru serta badan setingkat menteri.