Krisna Wijaya, Honorable Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI)
Sejatinya tidak ada lembaga keuangan yang tidak memerlukan, memiliki, dan menggunakan data dari para mitra dan/atau pelanggannya. Paling tidak berupa identitas (KTP), nomor telepon, WA, atau alamat email. Ketika era digital belum berkembang pesat, semua kebutuhan data tersebut harus difotokopi sehingga memerlukan tempat penyimpanan secara fisik. Kebutuhan akan data, khususnya bagi bank dan lembaga keuangan bukan bank, tentunya makin banyak. Apalagi kebutuhan data terkait dengan pengajuan kredit, misalnya. Selain data identitas nasabah, perlu data-data lainnya untuk keperluan analisis. Apabila pengajuan kredit disetujui, maka akan disertai tambahan data-data jaminan dan perikatannya.
Pengalaman saya sebagai analis kredit pada era 1980an, berkas data nasabah yang mengajukan kredit atau pinjaman dana jauh lebih tebal dibandingkan dengan data nasabah yang menempatkan dana. Selain perlu ruangan dan tempat penyimpanan khusus, juga disertai prosedur tertentu karena tidak semua pegawai dapat meminjam data nasabah. Konsekuensinya tentu perlu rak atau lemari yang lebih banyak, dan ketika data itu tidak bisa lagi disimpan di kantor maka harus mencari tempat lainnya di luar kantor. Tidak heran bila saat itu ada yang namanya petugas arsip – untuk mengadministrasikan berkas, untuk mengamankan data.