Belum ada produk di keranjang belanja kamu

Dibutuhkan Ruang-Ruang Pengucapan “Kredo”

Oleh MUDJI SUTRISNO SJ
Penulis adalah Guru Besar sTF driyarkara, dosen Pascasarjana ui, Budayawan

Penulis adalah Guru Besar sTF driyarkara, dosen Pascasarjana ui, Budayawan

Masih ingatkah kita dengan “Tukul Arwana” dalam “kembali ke laptop” dengan ruang canda diri, olok-olok lucu, dan ungkapan-ungkapan spontan yang meluncur berfungsi katarsis dalam kepenatan dan kepengapan situasi sosial dan budaya kita yang diretak-retak gempa bencana dan gempa acuan nilai.

Untung pula masih ada mimpi dalam republik ini meski dalam wujud parodi satir “Republik Mimpi” yang membenturkan wajah-wajah kita di cerminan parodi untuk saling ditertawai dan menertawakan diri. Minimal mimpi itu masih bernyawa untuk tetap memberi denyut bagi sebuah bangsa berpadat penduduk besar yang pasang surut dalam perjalanan menjadi beradab dalam peradabannya.

Bila kredo dibaca dalam mata budaya sebagai keyakinan individu seniman untuk memperjuangkan visi berkesen iannya, sesungguhnya ia menjadi sumbu sebuah nyala yang tidak komunal gerombolan dari makna awal “credere”: mengimani keyakinan tertentu dalam hidup sehingga saya percaya (credo) merupakan posisi yang dengan sadar dan teguh dipegang untuk jadi obor perjuangan kebudayaan.

Lanjut baca artikel

Rekomendasi Terbaik

Mulai Berlangganan
Premium Infobank Digital

  • Akses ke Semua Artikel dari Semua Edisi Majalah Infobank

  • Baca Artikel & Majalah Tanpa Iklan

  • Kemudahan Akses di Berbagai Perangkat Web & Mobile

MULAI LANGGANAN

Beli majalah
Infobank Edisi Maret 2025

Rp 65.000

BELI