Penulis adalah Guru Besar sTF driyarkara, dosen Pascasarjana ui, Budayawan
Masih ingatkah kita dengan “Tukul Arwana” dalam “kembali ke laptop” dengan ruang canda diri, olok-olok lucu, dan ungkapan-ungkapan spontan yang meluncur berfungsi katarsis dalam kepenatan dan kepengapan situasi sosial dan budaya kita yang diretak-retak gempa bencana dan gempa acuan nilai.
Untung pula masih ada mimpi dalam republik ini meski dalam wujud parodi satir “Republik Mimpi” yang membenturkan wajah-wajah kita di cerminan parodi untuk saling ditertawai dan menertawakan diri. Minimal mimpi itu masih bernyawa untuk tetap memberi denyut bagi sebuah bangsa berpadat penduduk besar yang pasang surut dalam perjalanan menjadi beradab dalam peradabannya.
Bila kredo dibaca dalam mata budaya sebagai keyakinan individu seniman untuk memperjuangkan visi berkesen iannya, sesungguhnya ia menjadi sumbu sebuah nyala yang tidak komunal gerombolan dari makna awal “credere”: mengimani keyakinan tertentu dalam hidup sehingga saya percaya (credo) merupakan posisi yang dengan sadar dan teguh dipegang untuk jadi obor perjuangan kebudayaan.