Eko B. Supriyanto
Presiden Prabowo Subianto secara resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada 24 Februari 2025, bersamaan dengan ditandatanganinya UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) oleh Prabowo. Secara mengejutkan, Ketua Danantara yang sebelumnya sudah diangkat pada tanggal 20 Oktober 2024 diganti oleh Rosan Roeslani yang juga menjadi Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM.
Sehari setelah peresmian Danantara, pasar modal ambrol. Harga saham big cap longsor. Itu bisa jadi karena investor tidak yakin akan kemampuan fiskal – yang menurut Nomura Asia Insights dalam laporannya bertajuk “Indonesia: Fiscal Risk Monitor”, defisit APBN 2025 diperkirakan membengkak 0,9% dari target defisit pemerintah tahun ini 2,5% dari produk domestik bruto (PDB). Sejalan dengan itu, Morgan Stanley memangkas peringkat saham Indonesia menjadi underweight.
Lahirnya Danantara diharapkan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi 8%. Danantara merupakan superholding seperti halnya Temasek yang dinilai sukses. Danantara diberikan kewenangan untuk mengelola aset dan investasi perusahaan pelat merah. Harapannya, pemerintah dapat menghindari konflik kepentingan. Sebab, adanya pemisahan fungsi regulasi dan operasional dari BUMN.