Penulis adalah Pemerhati sdm bank dan saat ini consulting director Pada mercer indonesia
Penulis adalah Pemerhati sdm bank dan saat ini consulting director pada mercer indonesia.
ADA beberapa perusahaan, kita dapat mengamati bahwa budaya organisasi sering kali tampil dalam bentuk yang indah di permukaan; poster-poster dengan kata-kata bijak menghiasi dinding kantor, flyer berwarna-warni beredar di ruang tamu dan ruang rapat, dan ritual budaya yang dilakukan dalam berbagai kegiatan seremonial. Pertanyaan mendasar dengan mengamati itu adalah, apakah budaya tersebut sungguh berakar sampai ke sanubari, ataukah hanya sekadar kosmetik budaya?
Fenomena ini makin terlihat ketika kita mencermati dinamika kepemimpinan di BUMN. Pergantian CEO dan jajaran direksi yang begitu sering terjadi membuat proses penguatan budaya dan pembangunan kapabilitas organisasi sulit berjalan konsisten. Padahal, menurut Jim Collins berdasarkan hasil risetnya selama lima tahun terhadap 28 perusahaan, dan menjadi salah satu buku manajemen klasik (Good to Great, 2001), salah satu kunci organisasi yang mampu bertransformasi menjadi hebat adalah stabilitas kepemimpinan. Board yang kuat dan bertahan lama mampu menjaga kesinambungan strategi, memelihara core values, dan memastikan organisasi benar benar tumbuh kuat dari dalam.
Di BUMN, niat untuk menumbuhkan budaya dan kapabilitas organisasi sebenarnya tidak pernah kurang. Setiap direksi baru datang dengan visi, strategi, dan jargon segar. Namun, karena masa jabatan yang singkat, upaya tersebut tampaknya akan mendapatkan tantangan besar untuk menghasilkan budaya yang benar-benar menusuk mendalam.