Kisah Abu Hanifah menegaskan bahwa harga bukan sekadar angka, melainkan jalan menjaga martabat dan kemaslahatan. Di Bank Muamalat, prinsip syariah dimaknai melampaui target kinerja, menjadi komitmen menghadirkan rasa aman, keberkahan, dan tanggung jawab sosial. Di tengah tekanan industri, good values menjadi kompas kepemimpinan agar profesionalisme tetap berpijak pada tujuan luhur.
“KATANYA syariah, kok mahal?” Pertanyaan itu bagi Imam Teguh Saptono, Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia (Bank Muamalat), terasa keliru. Bukan karena angkanya, melainkan cara berpikir di baliknya. Alih-alih bicara margin atau rasio, Imam memilih menjawab dengan sebuah kisah tentang Abu Hanifah, ulama besar sekaligus saudagar yang paham betul makna harga. Abu Hanifah sendiri hidup di rentang tahun 80 Hijriah hingga 150 Hijriah atau sekitar abad kedelapan Masehi.
Imam bercerita tentang seorang ibu penenun yang miskin, hendak menjual kainnya seharga 20 dirham kepada Abu Hanifah. “Kain itu bagus. Menurut Abu Hanifah layak dijual tinggi,” ujar Imam, saat bercerita kepada Infobank di Muamalat Tower, Jakarta, September 2025 lalu.