KOMARUDDIN HIDAYAT
KETIKA pada 1928 para pemuda mendeklarasikan kesatuan nusa dan bangsa Indonesia, waktu itu penduduk Nusantara masih terkurung dan terikat oleh sentimen etnis yang kental. Jumlah penduduk Indonesia tahun itu diperkirakan sekitar 60 juta jiwa, yang tersebar ke sekian puluh pulau dengan ragam bahasa, budaya, dan keyakinan agama. Proses menumbuhkan identitas keindonesiaan memerlukan waktu seiring dengan perjalanan sejarah bangsa ini.
Perjalanan Indonesia dari dekade ke dekade secara antropologis-sosiologis makin menunjukkan soliditas dan kohesi rasa keindonesiaan. Ketika pada dekade 80an saya memasuki dunia kampus di Jakarta sebagai mahasiswa, masih terasa sekali identitas dan keragaman etnis para mahasiswa.
Inkubator paling efektif untuk menumbuhkan dan membentuk identitas keindonesiaan adalah universitas dan pusat-pusat industri yang berkelas nasional. Pada dekade 80an, saya mengamati bahwa universitas semacam Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan universitas paling mengindonesia. Hal ini ditandai dengan keragaman etnis dan agama, baik di kalangan dosen, pimpinan, maupun mahasiswanya yang datang dari berbagai penjuru Tanah Air.