Infobank Edisi Mei 2006
Infobank Edisi Mei 2006
Bank-bank kembali memangkas jumlah karyawannya. Ada yang karena alasan efisiensi, ada pula karena alasan perubahan strategi bisnis
Bank-bank kembali memangkas jumlah karyawannya. Ada yang karena alasan efisiensi, ada pula karena alasan perubahan strategi bisnis
Kinerja bank pada 2005 boleh terseok akibat kredit bermasalah. Tapi gejolak ekonomi makro yang membuat laba perbankan nasional merosot tak menyurutkan gairah bank untuk memanjakan nasabah
Pengurus bank-bank BUMN kembali gelisah dengan tuduhan "pasal hantu" yang berpotensi merugikan negara dan memperkaya orang
Kontrol pihak asing di perbankan nasional meningkat menjadi 48,51%, sedangkan pemerintah hanya 37,45%. Kebijakan kepemilikan tunggal (single presence policy) hampir pasti sulit dilakukan
Kredit perbankan diperkirakan melambat. Bank-bank dihantui kredit macet dan penurunan net interest margin (NIM). Bank-bank besar mulai stop kredit ke sektor korporat. Benarkah sektor konsumsi masih menjadi penyelamat perbankan?
Diberlakukannya risk-based capital (RBC) atau rasio kecukupan modal sebesar 120% per Desember 2004 akan mendorong banyak perusahaan asuransi terpaksa harus dicabut izin usahanya. Atau, memilih mencabut sendiri izin usahanya alias mengundurkan diri dari gelanggang bisnis perasuransian Indonesia.
Bl akan terus melakukan percepatan konsolidasi dengan tiga pola sekaligus, yaitu kawin suka sama suka (market driven), kawin paksa (directred), dan gabungan keduanya (heavy-handed). Bank-bank yang mempunyai modal kecil mulai gelisah ditelan anchor bank (bank jangkar) yang akan ditentukan Juni 2005. Harapannya, jangan sampai penentuan bank jangkar ini menggunakan pendekatan politis, seperti penentuan bank rekap di masa lalu. Kendati bank kecil mempunyai peran yang kecil, tapi tidak otomatis daya tahannya rentan.
Pelayanan prima atau service excellence erat kaitannya dengan pengelolaan suatu bank. Bank-bank dalam peer group-nya bersaing ketat dalam memberikan pelayanan prima kepada nasabahnya. Teknologi dan sumber daya manusia menjadi andalan bank-bank asing. Bank -bank domestik besar dan menengah berpacu meningkatkan pelayanan prima.
Loyalitas nasabah perbankan, khususnya nasabah kartu kredit dan tabungan, memang suatu hal yang perlu diperhitungkan. Ada nasabah yang sering komplain, tapi tetap setia menjadi nasabah suatu bank. Bagaimana sebenarnya cara mengukur loyalitas nasabah bank?
Di bidang perbankan, nilai rapor pemerintahan SBY. JK selama setahun ini merosot. Bahkan, kebijakan ekonominya sering kali tidak mendukung perbaikan kinerja perbankan. Kebijakan BI menetapkan suku bunga tinggi sebagai reaksi terhadap inflasi yang diekspektasikan 12% membuat bank-bank kepanasan.
Bank-bank di Indonesia ternyata asetnya masih di bawah bank-bank Singapura dan Thailand, meskipun lebih besar daripada bank-bank di Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Persoalan besarnya pendapatan bunga (bukan dari kredit), kepemilikan asing hingga mencapai 99%, kecilnya permodalan, tidak meratanya teknologi kornunikasi dan informasi serta masih adanya restrukturisasi bank-bank BUMN menyebabkan bank-bank di Indonesia masih belum bisa berbicara banyak di kawasan Asia Tenggara.
Industri multifinance begitu gesit berlari. Sensasi pasar konsumsi membawa berkah bagi multifinance untuk tumbuh cepat. Kredit kendaraan menjadi jalur basah multifinance. Momentum ini menciptakan musim bulan madu antara bank dan multifinance. Bagaimana persaingan antara bank dan multifinance yang sebelumnya sudah terjadi? Sementara, persaingan antar-multifinance kian meruncing. Seperti apa peta industri multifinance saat ini? Rupanya, tak semua multifinance menikmati berkah itu. Tantangan tahun ini lebih berat.