The Finance Desember 2018 (versi digital only)
78 Fintech Terdaftar, 397 Abal-Abal. Fintech sedang menjadi sorotan. Musababnya, karena bunga yang kelewat tinggi hingga cara-cara penagihan yang di luar Kewajaran.
78 Fintech Terdaftar, 397 Abal-Abal. Fintech sedang menjadi sorotan. Musababnya, karena bunga yang kelewat tinggi hingga cara-cara penagihan yang di luar Kewajaran.
Alam berubah, dunia berputar, pola ekonomi duniapun bergeser dari sektor perdagangan ke bidang jasa seirama dengan kemajuan teknologi. Yang paling merasakan perubahan tersebut adalah negara-negara berkembang yang umumnya kaya sumber daya alam tapi miskin sumber daya manusia, namun dampaknya dialami pula negara-negara maju. Sejauhmana kesiapan kita mengembangkan industri jasa, kenapa perbankan nampaknya masih melihat bidang ini "setengah hati"?
Kemunculan fintech tak terbendung. Sepak terjangnya bisa menggerogoti pasar perbankan, tapi cara fintech menagih pinjaman kini membuat para nasabah trauma. Fintech lebih cepat dan perbankan lebih baik karena mematuhi kode etik dan rambu-rambu regulasi. Tantangan perbankan adalah bagaimana menjaga loyalitas nasabah yang makin banyak pilihan.
Meski suku bunga tinggi, toh kredit lewat bank sulit didapat. Bukan impian jika ada kredit tanpa bunga.
Jumlah bank terus bertambah, demikian pula permasalahannya. Ironisnya, rahasia bank yang ketat terkesan memproteksi bank. Hati-hatilah memilih bank sebab ada misteri di dalamnya
Kematian 16 Bank telah meninggalkan luka bagi bank swasta. Sejumlah nasabah bank swasta gelisah akan keamanan uangnya. Bisakah bank swasta dipercaya? Cukup amankah menaruh uang di bank swasta? Itulah pertanyaan mendasar yang muncul dari para nasabah setelah pembredelan 16 bank. Apalagi bank skenario yang beredar di masyarakat -- lewat selebaran gelap -- tentang isu sejumlah bank swasta yang akan dicabut hak hidupnya.
Mencari Bank Idola itu susah, tapi mencari nasabah ideal lebih rumit lagi. Nah, strategi apa yang harus dipakai untuk mengawinkan keduanya?
Guna memasyarakatkan efisiensi biaya dan meningkatkan produktivitas masyarakat Indonesia, pemerintah menggelar gerakan libur hari Sabtu. Bank Indonesia menyambut gerakan itu dengan meliburkan kegiatan kliring. Dampaknya, hampir semua bank pun tutup di hari Sabtu. Hasilnya, bank yang menyediakan fasilitas teknologilah yang bisa survive. Bagaimana respon dunia perbankan dan nasabah?
Kredit macet sudah bukan lagi menjadi barang baru bagi perbankan. Sudah ratusan triliun yang menguap tak bernyawa dan bahkan tinggal tulang-belulang. Tanpa restrukturisasi politik, Indonesia akan terjebak dalam krisis gelombang kedua. Kegagalan membayar obligasi yang jumlahnya Rp 350 triliun, sama artinya menempatkan bank-bank di ujung kematian. Hati-hati, proses decapitalizing terus berjalan. Selamat datang pemerintah baru.
Industri asuransi sepertinya luput dari restrukturisasi pemerintah. Perang tarif adalah bagian dari tradisi yang sulit diubah. Bagaimana membenahi asuransi agar bisa dipercaya masyarakat? Hati-hati asuransi patungan sudah lama gerilya. Bagaimana peluang asuransi kerugian dan asuransi jiwa di tengah restrukturisasi sektor keuangan? Jika ada bank yang sakit langsung ditutup, mengapa sulit menutup asuransi yang sudah amburadul?